Langsung ke konten utama

UNITED NATIONS (UN) E-GOVERNMENT DEVELOPMENT INDEX (EGDI)

 





EGDI PBB adalah singkatan dari Indeks Pembangunan e-Government PBB. Ini adalah indeks yang mengukur sejauh mana perkembangan e-Government di tingkat nasional berdasarkan skor gabungan dari berbagai indikator terkait penyediaan layanan online, infrastruktur telekomunikasi, dan sumber daya manusia. Indeks ini digunakan untuk menilai seberapa baik pemerintah menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam menyediakan layanan publik dan berinteraksi dengan warganya. Hal ini merupakan bagian dari upaya PBB untuk mendorong tata kelola digital dan menilai kemajuan negara-negara dalam memanfaatkan teknologi digital untuk pembangunan dan administrasi publik.


Survei E-Government Perserikatan Bangsa-Bangsa

Survei E-Government PBB diproduksi setiap dua tahun oleh Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial. Ini adalah satu-satunya laporan di dunia yang menilai status pembangunan e-government dari semua Negara Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ini berfungsi sebagai alat bagi para pembuat keputusan untuk mengidentifikasi bidang kekuatan dan tantangan mereka dalam e-government dan untuk memandu kebijakan dan strategi e-government. Publikasi ini juga menyoroti tren e-government yang muncul, isu-isu dan praktik inovatif, serta tantangan dan peluang pengembangan e-government. Setiap bab memberikan analisis data Survei, serta menyoroti strategi, tantangan, dan peluang untuk memberikan opsi kebijakan. Survei ini ditujukan untuk pejabat pemerintah, akademisi, lembaga antar pemerintah, organisasi masyarakat sipil, sektor swasta dan warga negara pada umumnya.


Indeks Pembangunan E-Government (EGDI)

Indeks Pengembangan E-Government menyajikan status Pengembangan E-Government di Negara-negara Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. Bersamaan dengan penilaian pola pengembangan situs web di suatu negara, indeks Pengembangan E-Government menggabungkan karakteristik akses, seperti infrastruktur dan tingkat pendidikan, untuk mencerminkan bagaimana suatu negara menggunakan teknologi informasi untuk meningkatkan akses dan inklusi masyarakatnya. EGDI merupakan ukuran gabungan dari tiga dimensi penting e-government, yaitu: penyediaan layanan daring, konektivitas telekomunikasi, dan kapasitas manusia.

EGDI tidak dirancang untuk menangkap perkembangan e-Government secara absolut; melainkan bertujuan untuk memberikan peringkat kinerja pemerintah nasional satu sama lain.


Indeks E-Partisipasi
Indeks E-Partisipasi (EPI) diturunkan sebagai indeks tambahan untuk Survei E-Government Perserikatan Bangsa-Bangsa. Memahami e-participation dimulai dengan proses yang dijunjungnya. Ini dimulai, sebagai sine qua non dengan tingkat informatif, di mana pemerintah menyediakan konstituennya dengan informasi dasar yang mengarah ke yang kedua, bentuk dua arah, di mana orang diundang untuk memberikan masukan mereka kepada pemerintah dan akhirnya, 'opsi kemitraan' di mana warga negara menjadi protagonis dengan memimpin proses pembuatan kebijakan. Kerangka kerja yang terakhir berkaitan erat dengan jenis struktur tiga tingkat dalam kerangka partisipasi E PBB. Sejak didirikan pada edisi 2003 dari Survei, EPI adalah, oleh karena itu, kerangka kerja multifaset, terdiri dari tiga komponen inti, yaitu, e-informasi, e-konsultasi dan e-pengambilan keputusan.

Kerangka Kerja E-Partisipasi:
  • E-informasi: Memungkinkan partisipasi dengan menyediakan warga negara dengan informasi publik dan akses ke informasi tanpa atau atas permintaan
  • E-konsultasi: Melibatkan warga negara dalam kontribusi dan musyawarah tentang kebijakan dan layanan publik
  • Pengambilan keputusan elektronik: Memberdayakan warga melalui desain bersama opsi kebijakan dan produksi bersama komponen layanan dan modalitas pengiriman.
 
EPI suatu negara mencerminkan mekanisme e-partisipasi yang digunakan oleh pemerintah dibandingkan dengan semua negara lain. Tujuan dari langkah ini bukan untuk meresepkan praktik khusus, melainkan untuk menawarkan wawasan tentang bagaimana berbagai negara menggunakan alat online dalam mempromosikan interaksi antara pemerintah dan rakyatnya, serta di antara orang-orang, untuk kepentingan semua.

Mulai tahun 2008, PBB rutin mempublikasikan laporan dwi tahunan mereka yang  bertajuk UN E-Government Survey. Survei tersebut mengukur capaian e-government suatu negara berdasarkan efektivitas pelayanan publik dalam enam sektor, yakni sektor pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, ekonomi dan finansial, kesejahteraan sosial, serta lingkungan hidup.3 Untuk melakukan hal itu, mereka mengembangkan E-Government Development Index (EGDI), sebuah alat ukur yang terdiri atas tiga buah indeks, yakni: 
1. Telecommunications Infrastructure Index (TII), untuk mengukur ketersediaan infrastruktur penunjang e-government.
2. Human Capital Index (HCI), untuk mengetahui gambaran umum demografis masyarakat di masing-masing negara.
3. Online Service Index (OSI), untuk mengukur national presence masing-masing negara melalui situs resmi pemerintah serta kementerian di negara yang bersangkutan. 



UN E-Government Survey merupakan laporan makro yang bertujuan untuk mengeksplorasi capaian masing-masing negara di dunia dalam hal e-government. Maka kelemahan utama dari laporan-laporan ini adalah tidak adanya depth atau analisis yang mendalam mengenai masing-masing negara secara spesifik. Selain itu, capaian e-government hanya diukur dengan mengandalkan EGDI saja. Padahal, saat ini ada banyak negara yang sudah menggunakan saluran e-government selain website atau situs resmi. Sejauh ini, UN E-Government Survey yang telah dipublikasikan belum mempertimbangkan hal ini. Maka, elaborasi lanjutan mengenai capaian e-government di masing-masing negara diperlukan untuk memahami kondisi, peluang, tantangan, dan capaian e-government di negara tersebut. Himpunan data dari publikasi tahunan UN E-Government Survey dapat menjadi landasan dari elaborasi lanjutan ini.

METODOLOGI 

EGDI didasarkan pada Survei komprehensif mengenai kehadiran online di seluruh 193 Negara Anggota PBB, yang menilai situs web nasional dan bagaimana kebijakan dan strategi e-Government diterapkan secara umum dan di sektor-sektor tertentu untuk memberikan layanan penting. Penilaian tersebut menilai kinerja e-Government di suatu negara secara relatif terhadap satu sama lain dan bukan sebagai ukuran absolut. Hasilnya ditabulasikan dan digabungkan dengan serangkaian indikator yang mencerminkan kapasitas suatu negara untuk berpartisipasi dalam masyarakat informasi, yang tanpanya upaya pengembangan e-Government tidak akan dapat dimanfaatkan secara langsung.

Meskipun model dasarnya tetap konsisten, makna pasti dari nilai-nilai ini bervariasi dari satu edisi Survei ke edisi berikutnya seiring dengan pemahaman tentang potensi e-government yang berubah dan teknologi yang mendasarinya yang terus berkembang. Ini merupakan perbedaan penting karena hal ini juga menyiratkan bahwa ini merupakan kerangka kerja komparatif yang berupaya mencakup berbagai pendekatan yang dapat berkembang seiring waktu, alih-alih menganjurkan jalur linear dengan tujuan absolut.

Secara matematis, EGDI merupakan rata-rata tertimbang dari tiga skor yang dinormalisasi pada tiga dimensi terpenting e-Government, yaitu: (1) cakupan dan kualitas layanan online ( Online Service Index, OSI ), (2) status perkembangan infrastruktur telekomunikasi ( Telecommunication Infrastructure Index, TII ), dan (3) sumber daya manusia yang melekat ( Human Capital Index, HCI ). Masing-masing indeks ini merupakan ukuran gabungan yang dapat diekstraksi dan dianalisis secara independen.


SURVEY EGOVERMENT INDONESIA 2022 



Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) telah merilis hasil survei E-Government tahun 2022. Hasilnya cukup menggembirakan, yaitu posisi Indonesia naik signifikan dari peringkat 88 di tahun 2020 menjadi peringkat 77 di tahun 2022.

Hal ini menunjukkan upaya pengembangan dan pelaksanaan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) telah berjalan dengan baik. Hasil kerja keras dan kerja sama yang apik antara seluruh tim pelaksana SPBE di kementerian, lembaga, maupun pemerintah daerah.

Hasil survei tersebut menjadi penanda kuat bahwa digitalisasi harus segera diwujudkan, utamanya dalam pemerintahan agar layanan publik dari Aparatur Sipil Negara (ASN) senantiasa meningkat. Karena itu seluruh kementerian, lembaga dan pemerintah daerah perlu memperkuat komitmen dan meningkatkan implementasi SPBE.

Prestasi ini juga diharapkan akan memompa semangat para pelayan publik untuk terus mendorong pemerintahan digital melayani sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo dalam Perpres 95/2018 tentang SPBE, sehingga masyarakat bisa merasakan manfaatnya secara lebih luas.

Dalam survei tahun 2022 itu, PBB mengusung tema “The Future of Digital Government”. Survei dibuat sebagai alat bantu pembangunan bagi negara-negara anggota PBB untuk mengidentifikasi kekuatan dan tantangan masing-masing dalam upaya mempertajam implementasi kebijakan dan strategi penerapan SPBE.

Untuk tujuan survei, PBB mempredikatkan negara-negara yang mendapatkan poin lebih dari 0.75 sebagai Very High E-Government Development Index atau Very High EGDI; antara 0.50 sampai 0.75 sebagai High EGDI; antara 0.25 sampai 0.50 sebagai Middle EGDI; dan kurang dari 0.25 sebagai Low EGDI. Secara keseluruhan, Indonesia mencetak skor 0.71600 di dalam grup High EGDI di United Nations E-Government Survey 2022.

Survei yang dipublikasikan setiap dua tahun itu memeringkatkan 193 negara-negara anggota PBB dari tiga dimensi kinerja E-Government Development Index (EDGI). Yaitu indeks pelayanan online atau online service index (OSI), indeks infrastuktur telekomunikasi atau telecommunication infrastructure index (TII), dan indeks sumber daya manusia atau human capital index (HCI).

Dalam masing-masing penilaian ukuran kinerja Indonesia mencatatkan skor yang cukup baik, yaitu skor 0.7644 untuk OSI, skor 0.6397 untuk TII, dan skor 0.7438 untuk HCI. Ketiga komponen tersebut sudah berada di atas skor rata-rata dunia.

Selain itu, Indonesia juga patut berbangga, karena dalam rilis EDGI tersebut, yang juga disampaikan di laporan yang sama, Indonesia berhasil melompat naik 20 peringkat pada E-Participation Index tahun 2022. Dari yang sebelumnya peringkat 57 pada tahun 2020 menjadi peringkat 37 pada tahun 2022 dengan skor 0.71590.

Skor tersebut sudah di atas rata-rata dunia dengan skor 0.4450, di atas rata-rata Regional Asia dengan skor 0.5024 dan juga di atas rata-rata Regional Asia Tenggara dengan skor 0.5444. Di Asia Tenggara, Indonesia saat ini menempati posisi kelima, mengungguli Vietnam dan Filipina.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

E-Government

   Perkembangan teknologi komunikasi yang ada telah merubah paradigma komunikasi dominan yang sebelumnya terasa berlangsung satu arah – antara pemerintah kepada masyarakat. Perkembangan teknologi komunikasi juga memperluas kesempatan terjadinya komunikasi dua arah, yaitu antara masyarakat kepada pemerintah dan sebaliknya. Disinilah terjadi perubahan atau transformasi dalam mekanisme kerja pemerintah yang kini berorientasi pada pengelolaan informasi dan strategi komunikasi. Electronic Government atau e- government atau e-govt merupakan penggunaan jaringan internet dalam penyebaran informasi dan pelayanan pemerintah kepada masyarakat - "The employment of the Internet and the world-wide-web for delivering government information and services to the citizens" (United Nations, 2006). E-Government merupakan kependekan dari elektronik pemerintah. E-Governtment biasa dikenal e-gov, pemerintah digital, online pemerintah atau pemerintah transformasi.  E-Government adalah Suatu upaya...

vietnam

Vietnam , dengan nama resmi  Republik Sosialis Vietnam , adalah sebuah negara di asia tenggara barat  . Vietnam berbatasan dengan tiongkok  di sebelah utara, laos  di barat laut, kamboja  di barat daya, dan dengan laut Tiongkok selatan  di timur. Di Vietnam, Laut Tiongkok Selatan disebut Laut Timur. Di Vietnam ada 84 juta orang yang tinggal di sana. Vietnam masuk dalam kelompok ekonomi "next eleven ". PDB perkapita  Vietnam tumbuh 8,17% pada tahun 2006, ini termasuk cepat di Asia Timur dan Asia Tenggara. Pada akhir tahun 2007, menteri keuangan Vietnam memaparkan kenaikan PDB per kapita Vietnam menyentuh 8,44%, yakni yang tertinggi dalam satu dasawarsa terakhir. V ietnam kini sudah semakin maju dalam beberapa bidang perdagangan bahkan telah mengalahkan Indonesia kecuali dalam komoditas karet. Hal tersebut didasarkan pada nilai perdagangan RI dan Vietnam dalam enam bulan pertama tahun 2018. E-government vietnam Lanskap pemer...

singapura

   Asia tenggara merupakan bagian dari benua asia yg di dominasi dengan negara- negara  berkembang di dalamnya. Meski begitu, di Asia Tenggara terdapat negara maju yang perkembangan ekonomi yang cukup pesat. Negara maju di Asia Tenggara adalah Singapura. Singapura merupakan salah satu negara tetangga Indonesia yang berbatasan langsung dengan Indonesia dan Malaysia. Meski ukuran negaranya tidak besar, negara Singapura termasuk ke dalam jajaran negara maju. Hal ini juga dijelaskan dalam buku berjudul 300 Wonderful Destinations yang disusun oleh Maria Fransiska Merinda (2017:307). Singapura dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekuatan terbesar pada sektor industri dan perdagangan. Hal ini membuat negara Singapura masuk ke dalam jajaran negara maju bersama negara-negara besar lainnya di dunia Industri Singapura mengalami kemajuan yang cukup pesat bahkan sejak pertama kali Singapura berdiri dan berhasil merdeka. Singapura memiliki hasil industri utama berupa petro...